Rabu, 22 Oktober 2014

MAKALH MURTAD



KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha Sempurna pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu makalah tentang “MURTAD”. Dengan harapan semoga tugas makalah ini bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.
Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas makalah ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –Nya.




Mataram 2 Afril 2014
Sapriadi


DAFTAR ISI
CAVER
KATA PENGATAR ...........................................................................................................   i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................   ii
BAB IPENDAHULUAN..................................................................................................   iii
a.       Latar belakang ...............................................................................................   iii
b.      Rumusan masalah...........................................................................................   iii
c.       Tujuan.............................................................................................................   iii

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................   1
A.    DIVINISI MURTAD.......................................................................................   1
B.     PEMBAGIAN RIDDAH ................................................................................   1
C.     PERSOALAN MURTAD MENURUT QUR’AN..........................................   2
D.    PERSOALAN MURTAD MENURUT HADITS............................................ 3
E.     PERBUATAN MURTAD DALAM FIQIH.................................................... 4

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................   6
a.       Kesimpulan ..............................................................................................................  6   
b.      Kritik dan saran ......................................................................................................   6
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................  7



BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Kehidupan di dunia tidak terlepas dari aturan aturan syarak,karena syarak merupakan aturan yang harus di patuhi oleh orang orang yang memelukuk agama islam akan tetapi akhir akhir ini banyak sekali dari kalangan kamu muslimin baik pemuda, orang tua,oang oarang awam bahakan orang orang berpangkat sekalipun, masih banyak yang belum mengetahui hal hal yang menjadi aturan dalam hukum islam, bahakan sesuatu yang paling krusialpun masih bnayak di lakukan, karena ketidak tauannya, seperti perbuatan murtad atau keluar dari agama islam.
pemahaman yang berkembang di kalangan msyarakt banyak mengenai murtad hanyalah terpokus pada keluar dari ajaran islam dengan menyembah patug saja, padahal melalui perkataan, perbuatan bahakan hati sekalipun bisa membawa ke dalam dunia kemurtadan oleh karena itu pemakalah membuat makalah ini supaya bisa membantu kita umat islam terutama mahasiswa dalam memahami arti murtad dan hal hal yang bisa membawa kita kepada kemutadan sehinga bisa mawas diri dan waspada.
b.      Rumusan masalah
1.      Apa yang di maksud murtad…?
2.      Berpa pembagian Riddah …?
3.      Bagai mana pandangan al-qur’an,hadis dan piqih mengenai murtad..?
c.       Tujuan
1.      Mengetahui Apa yang di maksud murtad
2.      Mengetahui Berpa pembagian Riddah
3.      Mengetahui Bagai mana pandangan al-qur’an,hadis dan piqih mengenai


BAB II
PEMBAHASAN
A.            Pengertian Murtad

Secara etimologi Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam.  Sedangkan menurut istilah, penulis mengutip pengertian murtad menurut Al Kasani al Hanafi bahwa sudah termasuk murtad orang-orang yang melontarkan kalimat kufur dengan lisan setelah adanya iman, jadi riddah adalah kembalinya seseorang dari keimanan kepada kekufuran.
Sedang menurut Asy-Syarbaini asy-Syafi’i riddah adalah memutuskan atau melepaskan diri dari Islam dengan niat atau pun perbuatan, demikian pula ucapan baik yang berupa olok-olok, penentangan ataupun berbentuk keyakinan.
Dari pengertian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa riddah adalah kembali atau berbaliknya seseorang dari keimanan. Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Dengan kata lain adalah menjadi kafir sesudah berislam. Allah SWT. berfirman : 
y y`tBur ÷ŠÏs?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ֍Ïù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. QS. Al-Baqarah : 217). 

B.            Macam – macam riddah

1.  Riddah dengan sebab ucapan
Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
2. Riddah dengan sebab perbuatan
Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan prkatek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
3. Riddah dengan sebab keyakinan
Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini roti itu haram. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
4. Riddah dengan sebab keraguan
Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33)

C.            Persoalan Murtad Menurut Qur’an

Qur’an Suci adalah sumber syari’at Islam yang paling utama; oleh sebab itu akan kami dahulukan. Soal pertama, dalam Qur’an tak ada satu ayat pun yang membicaraan perihal murtad secara kesimpulan. Irtidad atau perbuatan murtad yang terjadi karena menyatakan diri sebagai orang kafir atau terang-terangan mengingkari Islam, ini tak dapat dijadikan patokan, karena adakalanya orang yang sudah mengaku Islam, mempunyai pendapat atau melakukan perbuatan yang menurut penilaian ulama ahli fiqih, bukanlah bersumber kepada Islam. Mencaci-maki seorang Nabi atau menghina Qur’an, acapkali dijadikan alasan untuk memperlakukan seseorang sebagai orang murtad, sekalipun ia secara sungguh-sungguh mengaku sebagai orang beriman kepada Qur’an dan Nabi.
 Soal kedua, pengertian umum bahwa Islam menghukum mati orang murtad, ini tak ada dalilnya dalam Qur’an Suci. Dalam Encyclopaedia of Islam, tuan Heffeming mengawali tulisannya tentang masalah murtad dengan kata-kata: “Dalam Qur’an, ancaman hukuman terhadap orang yang murtad hanya akan dilakukan di Akhirat saja”. Dalam salah satu wahyu Makkiyah terakhir, terdapat uraian: “Barangsiapa kafir kepada Allah sesudah beriman -bukannya ia dipaksa, sedang hatinya merasa tentram dengan iman, melainkan orang yang membuka dadanya untuk kekafiran-, mereka akan ditimpa kutuk Allah, dan mereka akan mendapat siksaan yang pedih” . Dari ayat ini terang sekali bahwa orang murtad akan mendapat siksaan di Akhirat, dan hal ini tak diubah oleh wahyu yang diturunkan belakangan takala pemerintah Islam telah berdiri, setelah Nabi Suci hijrah ke Madinah.
Adapun dalil yang paling meyakinkan bahwa orang murtad tidak dihukum mati, ini tercantum dalam rencana kaum Yahudi yang diangan-angankan selagi mereka hidup di bawah pemerintahan Islam di Madinah. Qur’an berfirman: “Dan golongan kaum Ahli Kitab berkata: Berimanlah kepada apa yang diturunkan kepada arang-orang yang beriman pada bagian permulaan hari itu, dan kafirlah pada bagian terakhir hari itu”.
Bagaimana mungkin orang yang hidup di bawah pemerintahan Islam dapat meng-angan-angankan rencana semacam itu yang amat merendahkan martabat Islam, jika perbuatan murtad harus dihukum mati? Surat al-Maidah adalah Surat yang diturunkan menjelang akhir hidup Nabi Suci, namun dalam Surat itu perbuatan murtad dibebaskan dari segala hukuman dunia: “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang Allah cinta kepada mereka dan mereka cinta kepada-Nya“.

D.            Persoalan murtad menurut Hadits

Marilah kita sekarang meninjau uraian Hadits, yang dalil Hadits inilah yang dipakai oleh kitab-kitab fiqih sebagai dasar adanya hukuman mati bagi kaum murtad. Tak sangsi lagi bahwa uraian Hadits yang bersangkutan mencerminkan uraian yang timbul belakangan, namun demikian, jika Hadits itu kita pelajari dengan teliti, sampailah pada kesimpulan, bahwa perbuatan murtad tidaklah dihukum, terkecuali apabila perbuatan murtad itu dibarengi dengan peristiwa lain yang menuntut suatu hukuman bagi pelakunya. Imam Bukhari yang tak sangsi lagi merupakan penulis Hadits yang paling teliti dan paling hati-hati, amatlah tegas dalam hal ini.
Dalam Kitab Bukhari terdapat dua bab yang membahas masalah murtad; yang satu berbunyi: Kitabul-muharibin min ahlil-kufri wariddah, artinya Kitab tentang orang yang berperang (melawan kaum Muslim) dari golongan kaum kafir dan kaum murtad. Adapun yang satu lagi berbunyi: Kitab istita-bal-mu’anidin wal-murtadin wa qitalihim, artinya Kitab tentang seruan bertobat bagi musuh dan kaum murtad dan berperang melawan mereka.
 Dua judul itu sudah menjelaskan sendiri. Judul yang pertama, menerangkan seterang-terangnya bahwa yang dibicarakan hanyalah kaum murtad yang berperang melawan kaum Muslimin. Adapun judul yang kedua, hubungan kaum murtad dengan musuh-musuh Islam. Itulah yang sebenarnya menjadi pokok dasar seluruh persoalan; hanya karena salah paham sajalah maka dirumuskan suatu ajaran yang bertentangan dengan ajaran Qur’an yang terang-benderang.
Banyak sekali orang yang hanya menekankan satu Hadits yang berbunyi: “Barangsiapa murtad dari agamanya, Bunuhlah dia”. Tetapi mengingat apa yang diungkapkan dalam Kitab Bukhari bahwa yang dimaksud murtad ialah orang yang berbalik memerangi kaum Muslimin, dan menghubungkan nama mereka dengan nama-nama musuh Islam, maka terang sekali bahwa yang dimaksud oleh Hadits tersebut ialah orang yang mengubah agamanya dan bergabung dengan musuh-musuh Islam lalu bertempur melawan kaum Muslimin.
Hanya dengan pembatasan dalam arti itulah, maka Hadits tersebut dapat disesuaikan dengan Hadits lain, atau dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh Qur’an Suci. Sebenarnya, kata-kata Hadits tersebut begitu luas sehingga mencakup segala pergantian agama, agama apa saja. Jika demikian, maka orang non-Muslim yang masuk Islam, atau orang Yahudi yang masuk Kristen, harus dibunuh. Terang sekali bahwa uraian semacam itu tak dapat dilakukan kepada Nabi Suci. Maka Hadits tersebut tak dapat diterima begitu saja tanpa diberi pembatasan dalam artinya.

E.            Perbuatan Murtad dalam Fiqih

Jika kita membaca kitab fiqih, di sana diuraikan bahwa mula-mula para ulama fiqih menggariskan satu prinsip yang bertentangan sekali dengan Qur’an Suci, yakni orang dapat dihukum mati karena murtad. Dalam Kitab Hidayah diuraikan: “Orang yang murtad, baik orang merdeka maupun budak, kepadanya disajikan agama Islam; jika ia menolak, ia harus dibunuh”.  Tetapi setelah Kitab Hidayah menguraikan prinsip tersebut, segera disusul dengan uraian yang bertentangan dengan menyebut orang murtad sebagai “orang kafir yang melancarkan perang (kafir harbiy) yang kepadanya telah disampaikan dakwah Islam”. Ini menunjukkan bahwa dalam Kitab Fiqih pun, orang murtad yang dihukum mati, ini disebabkan karena ia musuh yang memerangi kaum Muslimin.
Adapun mengenai perempuan yang murtad, mereka tidak dihukum mati, karena alasan berikut ini: “Alasan kami mengenai hal ini ialah, bahwa Nabi Suci melarang membunuh kaum perempuan dan karena pembalasan yang sebenarnya (bagi kaum mukmin dan kafir) itu ditangguhkan hingga Hari Kiamat, dan mempercepat pembalasan terhadap mereka di dunia akan menyebabkan kekacauan, dan penyimpangan dari prinsip ini hanya diperbolehkan apabila terjadi kerusakan di bumi berupa pertempuran, dan hal ini tak mungkin dilakukan oleh kaum perempuan, karena kondisi mereka tak mengizinkan”.
Ulama yang menafsiri kitab itu menambahkan keterangan: “Menghukum mati orang murtad itu wajib, karena ini akan mencegah terjadinya pertempuran yang merusakkan, dan ini bukanlah hukuman karena menjadi kafir” (idem). Selanjutnya ditambahkan keterangan sebagai berikut: “Hanya karena kekafiran saja, tidaklah menyebabkan orang boleh dibunuh menurut hukum”. Terang sekali bahwa dalam hal pertempuran dengan kaum kafir, ulama ahli fiqih berbuat kesalah-pahaman, dan nampak sekali terjadi pertentangan antara prinsip yang digariskan oleh Qur’an dengan kesalah-pahaman yang masuk dalam pikiran ulama ahli fiqih. Qur’an Suci menggariskan seterang-terangnya bahwa orang murtad dihukum mati, bukan karena kekafirannya melainkan karena hirab atau memerangi kaum Muslimin.
 Adapun alasannya dikemukakan seterang-terangnya bahwa menghukum mati orang karena kekafiran, ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Tetapi ulama ahli fiqih salah paham, bahwa kemampuan berperang, mereka anggap sebagai keadaan perang, suatu anggapan yang tak masuk akal samasekali. Jika itu yang dimaksud, bahwa orang murtad mempunyai kemampuan berperang, anak kecil dan erempuan pun dapat disebut harbiy (orang berperang), karena anak kecil dan perempuan itu akan tumbuh menjadi besar dan mempunyai kemampuan berperang.



BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat Mu’jamul Wasith, 1/338).Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah : menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217) (lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32)

b.      Kiritik dan saran

Penulis menyadari sepenuhnya, makalah ini masih banyak kekurangan dan bahkan menimbulkan banyak pertanyaan yang belum sempat terjawab. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan dari berbagai kalangan demi perbaikannya ke depan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, terutama bagi mahasiswa IAIN MATARAM. Bagi penulis, semoga mendapat ridho Allah, sebagai amal sholeh dan menjadi ilmu yang bermanfaat fid al danya wa al akhirat. Amin..








DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Anda Utama,1993). Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: TERAS, 2009).
Abdullah Ahmad Qadiri, Murtad Dikutuk Allah, (Pustaka Mantiq, tth). Ahmad Choirul Rofiq, Benarkah Islam Menghukum Mati Orang Murtad (kajian historis tentang perang riddah dan hubungan dengan kebebasan beragama), (Ponorogo: STAIN Ponorogo PRESS, 2010).
Encyclopaedia of Islam dan imam buhari.
QS. Al-Baqarah : 217)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar